You are currently viewing AICIS 2024 Bakal Rumuskan Solusi Terbaik Pengungsi Rohingya

AICIS 2024 Bakal Rumuskan Solusi Terbaik Pengungsi Rohingya

SEMARANG – Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 tahun 2024 akan membahas sejumlah persoalan kontemporer, termasuk krisis Rohingya. Ketua Steering Committee (SC) AICIS 2024 Prof Dr Mukhsin Jamil MAg menyatakan, dinamika agama dan identitas etnis dalam konflik di Asia Tenggara, terutama krisis Rohingya di Myanmar dan penerimaannya di Aceh, Indonesia masih menjadi lanskap sosio-politik yang kompleks dan dilematis. Isu tersebut juga menjadi salah satu bahasan pada sesi Religious Leaders Summit di Auditorium II UIN Walisongo Semarang, Jumat (2/2/2024) ini.

“Isu Rohingya secara langsung bersinggungan dengan hukum internasional dan maqasid al-shari’ah,” kata Mukhsin, Jumat (2/2/2024).

Mukhsin mengatakan, implikasi hukum internasional terhadap pengungsi Rohingya menunjukkan adanya tantangan yang tak mudah dalam menciptakan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia dalam skala global.

Isu Rohingya sendiri, sambung dia, telah dikupas oleh para peneliti melalui sejumlah riset. Ini seperti terpotret dalam artikel Almirah Meida Risfina tentang “Government Policy for Handling Rohingya Refugees”. Almirah menekankan pentingnya keseimbangan antara hukum dan etika berdasarkan teori Maslahah Mursalah Asy Syatibi. “Disebutkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap pengungsi Rohingya, berdasarkan teori Maslahah Mursalah Asy Syatibi, mengharuskan adanya keseimbangan antara hukum dan etika,” tutur Mukhsin.

Kemudian, peneliti lain yakni Maftuh dalam “Harmonization of Maqashid Sharia and International Law”, menyoroti kompleksitas perspektif Islam terhadap suaka politik yang semakin memperumit permasalahan pengungsi Rohingya di Aceh, mengingat prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia dalam Islam.

Selain itu, Mulizar dalam “Dinamika Eksistensi Etnis Rohingya di Negeri Syariat Aceh” menggambarkan dinamika ulama dan umara dalam membentuk keberadaan etnis Rohingya berdasarkan pertimbangan etis dan kepentingan masyarakat.

Sementara itu, Hapid Durohman dalam “Analysis of Pros and Cons Regarding the Arrival of Rohingya Refugees” menganalisis implikasi agama, kemanusiaan, dan sosio-ekonomi dalam identitas dan kewarganegaraan pengungsi Rohingya.

Tak berhenti di situ, Yudi Hamsah dalam penelitiannya “Conflict between Human Rights and Social Stability” mengungkap kompleksitas krisis Rohingya dari sudut pandang etika dan keamanan.

Mukhsin menjelaskan, studi-studi tersebut menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menciptakan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia dalam skala global terkait implikasi hukum internasional terhadap pengungsi Rohingya. “Melalui analisis yang komprehensif, studi-studi ini berkontribusi untuk memahami berbagai dimensi krisis pengungsi Rohingya dan implikasinya terhadap upaya kemanusiaan global dalam lanskap sosial-politik-agama,” pungkasnya.

Sebagai informasi, AICIS 2024 mengusung tema ‘Redefining Religion’s Roles in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights’ Konferensi ini akan berlangsung di UIN Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, pada 1-4 Februari 2024. AICIS tahun ini memiliki 25 sesi panel yang disediakan untuk mendiskusikan isu-isu yang dibagi ke dalam sejumlah sub tema.

AICIS 2024 juga akan diperkuat dengan adanya Religious Leaders Summit yang berlangsung Jumat (2/2/2024) ini. Forum Religious Leaders Summit akan menghadirkan 14 tokoh agama dari berbagai negara di Asia Tenggara. Mereka yang rencananya akan hadir adalah:

  1. KH Yahya Cholil Staquf (Indonesia)
  2. Abdul Mu’ti (Indonesia)
  3. Prof Philip Kuntjoro Widjaja (Indonesia)
  4. Mayor Jenderal TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, S.I.P (Indonesia)
  5. Venerable Dr Vanh Keobundit (Laos)
  6. Venerable Dr Yon Seng Yeath (Cambodia)
  7. Mr Bounthavy Phonethasin (Laos)
  8. YB Datuk Dr Hasan bin Bahrom (Malaysia)
  9. Phra Dr Anilman Dhammasakiyo (Thailand)
  10. Pdt Gomar Gultom (Indonesia)
  11. Romo Hery Wibowo (Indonesia)
  12. Ws Andi Gunawan, ST (Indonesia)
  13. Dr A Ciga J Sarapung (Indonesia)
  14. Bishop Pablo Virgilio Siongco David (Philippines)