UIN FAS Bengkulu – Kamis, (1/9) 2022, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) melakukan kegiatan monitoring dan penguatan yang digagas ini dilaksanakan rangka mengevaluasi implementasi Surat Keputusan 216 tahun 2022. Ada beberapa aspek yang menjadi perhatian. Misalnya pentingnya komitmen pimpinan lembaga, capacity buiding bagi tim ULT PPKS yang sudah terbentuk. Kemudian memaksimalkan program pencegahan melalui edukasi pada kegiatan dosen, pegawai dan mahasiswa. Terakhir pentingnya dukungan anggaran dari universitas, agar ULT dapat menjalan peran dan fungsi serta wewenangnya.
Hadir dalam kegiatan ini wakil Rektor II, Prof. Dr. Zubaedi, M,Ag., M.Pd., dan Wakil Rektor III Dr. Fatimah Yunus, MA. dalam sambutannya Warek III mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Ia menegaskan bahwa, kita tidak menutup mata “adanya” kasus-kasus pelecehan yang terjadi. Namun kita tetap berupaya untuk menuju kampus nirkekerasan, salah satunya melalui kegiatan monitoring dan penguatan ini, jelas Bu Fatimah.
Lembaga dan Pimpinan yang baik dan berkah adalah Lembaga atau Pimpinan yang berhasil menyelesaikan Persoalan Kekerasan Seksual bukan yang menyangkalnya. Keburukan akan tumbuh subur bukan karena banyaknya orang buruk, tetapi karena banyaknya orang baik yang mendiamkannya. Demikian clossing statement Prof. Alimatul Qibtiyah, Ph.D dalam kegiatan monitoring dan penguatan Unit Layanan Terpadu Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (ULT PPKS) di UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu.
Komisoner Komnas Perempuan 2020-2022 ini memberikan apresiasi, UIN FAS Bengkulu merupakan salah satu dari 24 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang memiliki komitmen dan telah menerbitkan Keputusan Rektor tentang ULT PPKS. Terbitnya Surat Keputusan Rektor Nomor: 216 tahun 2021 tentang ULT PPKS merupakan sebuah kemajuan dan wujud kesadaran pentingnya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. ULT PPKS memiliki peran dan fungsi strategis dalam penciptaan kampus nirkekerasan. ULT PPKS betugas memberikan edukasi, sosialisasi dan pengkajian serta tindak lanjut kasus kekerasan serta memantau rekomendasi satuan tugas. Dengan tugas ini dapat dipahami bahwa PSGA merupakan pusat strategis yang penting menjadi perhatian dalam pengambilan kebijakan, menjadi mitra dalam merumuskan rencana kerja berbasis gender serta mendapatkan porsi anggaran dalam menciptakan kampus nirkekerasan. Tegas Prof. Alim.
Terkait dengan kekerasan terhadap perempuan, Dewi Kanti Setianingsih narasumber kedua kegiatan ini memberikan wawasan tentang perempuan dalam konflik sumber daya alam dan tata ruang. Komnas Perempuan mencatat bahwa konflik Sumber Daya Alam (SDA) dan tata ruang lain berdampak khas terhadap perempuan. Perempuan akan semakin rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender dan kehilangan sumber daya pengetahuan perempuan seperti ketrampilan seni gerabah/tembikar, kedaulatan pangan dan obat-obatan. Hal ini perlu mendapat perhatian dan dilakukan kajian oleh perguruan tinggi. Menjadikan salah satu atau bagian dari focus dan locus penelitian dan pengabdian.
Diakhir kegiatan Komnas Perempuan dan UIN FAS melalui PSGA bersepakat untuk menindaklajuti kegiatan ini dalam bentuk MOU dan PKS. Dengan harapan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian responsive gender serta kampus anti kekerasan dapat diwujudkan.