UIN FAS Bengkulu – UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu turut mengambil bagian dalam pelaksanaan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM PTKIN) tahun 2025 yang digelar secara serentak di seluruh Indonesia mulai tanggal 10 hingga 12 dan 14 hingga 18 Juni 2025. Ujian ini dilaksanakan berbasis Sistem Seleksi Elektronik (SSE) dan tahun ini menegaskan komitmen terhadap inklusivitas dan aksesibilitas, terutama bagi peserta berkebutuhan khusus atau difabel.
Sebagai tindak lanjut dari arahan Panitia Nasional, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu menyediakan berbagai fasilitas pendukung yang ramah difabel. Mulai dari ruang ujian khusus, pengaturan tempat duduk yang ergonomis, pendamping teknis, hingga sistem pelaksanaan yang menyesuaikan dengan kebutuhan peserta difabel. Hal ini dilakukan untuk memastikan semua peserta dapat mengikuti ujian dengan nyaman dan setara.
Ketua Panitia Nasional UM PTKIN 2025, Prof. Dr. Masnun Tahir, M.Ag., menekankan bahwa prinsip inklusif adalah bagian integral dari penyelenggaraan UM PTKIN. “Kami secara tegas mengarahkan panitia lokal di seluruh titik lokasi ujian untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang ramah difabel. PTKIN tidak boleh menutup diri dari siapa pun yang ingin belajar. Justru sebagai institusi pendidikan Islam, kita harus menjadi contoh dalam hal keberpihakan terhadap kelompok rentan, termasuk difabel,” ungkapnya.
Komitmen ini juga nyata di UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu. Pada hari pertama pelaksanaan ujian, Selasa (10/6), satu peserta difabel telah mengikuti ujian pada sesi kedua. Panitia lokal memberikan pendampingan penuh, dan peserta dapat menyelesaikan ujian dengan lancar serta merasa nyaman dengan fasilitas yang tersedia. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa kampus ini mendukung prinsip pendidikan yang adil dan humanis.
Rektor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, Prof. Dr. H. Zulkarnain, M.Pd., turut menyampaikan komitmennya terhadap penyelenggaraan UM PTKIN yang inklusif. “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun anak bangsa yang merasa tertinggal atau terhambat hanya karena keterbatasan fisik. Setiap peserta berhak mendapat kesempatan yang sama untuk meraih masa depan melalui pendidikan tinggi,” ujarnya.
Salah satu peserta difabel menyampaikan kesan positif atas pengalaman mengikuti ujian berbasis komputer tersebut. “Saya awalnya khawatir karena belum pernah ikut ujian seperti ini. Tapi ternyata semuanya berjalan baik. Saya diarahkan dengan sabar, ruangannya tenang, dan panitianya sangat membantu,” ungkapnya dengan rasa syukur.